PENGANTAR PERTANIAN
A. Sejarah singkat
pertanian dunia
Berakhirnya zaman es sekitar 12.000 tahun sebelum Masehi (SM) menjadikan bumi lebih
hangat dan mengalami musim kering yang lebih panjang. Kondisi ini menguntungkan
bagi perkembangan tanaman semusim, yang dalam waktu relatif singkat memberikan
hasil dan biji atau umbinya dapat disimpan. Ketersediaan biji-bijian dan
polong-polongan dalam jumlah memadai memunculkan perkampungan untuk pertama
kalinya, karena kegiatan perburuan dan peramuan tidak perlu dilakukan setiap
saat. Contoh budaya semacam ini masih terlihat pada masyarakat yang menerapkan sistem perladangan berpindah (slash and burn) di Kalimantan dan Papua.
Berdasarkan bukti-bukti peninggalan artefak, para ahli
prasejarah saat ini bersepakat bahwa praktik pertanian pertama kali berawal di
daerah "bulan sabit yang subur" di Mesopotamia sekitar 8000 SM. Pada
waktu itu daerah ini masih lebih hijau daripada keadaan sekarang. Berdasarkan
suatu kajian, 32 dari 56 spesies biji-bijian budidaya berasal dari daerah ini. Daerah ini juga
menjadi satu dari pusat keanekaragaman tanaman budidaya (center of origin) menurut Vavilov. Jenis-jenis tanaman yang pertama kali dibudidayakan di
sini adalah gandum, jelai (barley), buncis (pea), kacang arab (chickpea), dan flax
(Linum usitatissimum).
Di daerah lain yang berjauhan lokasinya dikembangkan
jenis tanaman lain sesuai keadaan topografi dan iklim. Di Tiongkok, padi (Oryza sativa)
dan jewawut (dalam pengertian umum sebagai padanan millet)
mulai didomestikasi sejak 7500 SM dan diikuti dengan kedelai, kacang hijau, dan kacang azuki. Padi (Oryza
glaberrima) dan sorgum dikembangkan di daerah Sahel, Afrika 5000 SM. Tanaman lokal
yang berbeda mungkin telah dibudidayakan juga secara tersendiri di Afrika
Barat, Ethiopia, dan Papua. Tiga daerah yang terpisah di Amerika (yaitu Amerika Tengah,
daerah Peru-Bolivia, dan hulu Amazon) secara terpisah mulai
membudidayakan jagung, labu, kentang, dan bunga matahari.
Kondisi tropika di Afrika dan Asia Tropik, termasuk Nusantara, cenderung
mengembangkan masyarakat yang tetap mempertahankan perburuan dan peramuan
karena relatif mudahnya memperoleh bahan pangan. Migrasi masyarakat Austronesia yang telah mengenal
pertanian ke wilayah Nusantara membawa serta teknologi budidaya padi sawah
serta perladangan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pertanian bermula
sebagai dampak perubahan iklim dunia dan adaptasi oleh tanaman terhadap
perubahan ini.
Daerah "bulan sabit yang
subur" di Timur Tengah. Di tempat ini ditemukan bukti-bukti awal
pertanian, seperti biji-bijian dan alat-alat pengolahnya.
Domestikasi anjing diduga telah dilakukan
bahkan pada saat manusia belum mengenal budidaya (masyarakat berburu dan
peramu) dan merupakan kegiatan peternakan yang pertama kali.
Kegiatan pertanian (budidaya tanaman dan ternak)
merupakan salah satu kegiatan yang paling awal dikenal peradaban manusia dan
mengubah total bentuk kebudayaan. Para ahli prasejarah umumnya bersepakat bahwa pertanian
pertama kali berkembang sekitar 12.000 tahun yang lalu dari kebudayaan di
daerah "bulan sabit yang subur" (Mesopotamia) di Timur Tengah, yang meliputi daerah
lembah Sungai Tigris dan Eufrat terus memanjang ke
barat hingga daerah Suriah dan Yordania sekarang. Bukti-bukti
yang pertama kali dijumpai menunjukkan adanya budidaya tanaman biji-bijian (serealia, terutama gandum kuna seperti emmer)
dan polong-polongan di daerah tersebut. Pada saat itu, 2000 tahun setelah
berakhirnya Zaman Es terakhir di era Pleistosen, di dearah ini banyak
dijumpai hutan dan padang yang sangat cocok bagi mulainya pertanian. Pertanian
telah dikenal oleh masyarakat yang telah mencapai kebudayaan batu muda (neolitikum), perunggu dan megalitikum. Pertanian mengubah
bentuk-bentuk kepercayaan, dari pemujaan terhadap dewa-dewa perburuan menjadi
pemujaan terhadap dewa-dewa perlambang kesuburan dan ketersediaan pangan.
Teknik budidaya tanaman lalu meluas ke barat (Eropa dan Afrika Utara, pada saat itu Sahara belum sepenuhnya
menjadi gurun) dan ke timur (hingga Asia Timur dan Asia Tenggara). Bukti-bukti di Tiongkok menunjukkan adanya
budidaya jewawut (millet) dan padi sejak 6000 tahun
sebelum Masehi. Masyarakat Asia Tenggara telah mengenal budidaya padi sawah paling tidak pada saat
3000 tahun SM dan Jepang serta Korea sejak 1000 tahun SM. Sementara itu, masyarakat benua
Amerika mengembangkan tanaman dan hewan budidaya yang sejak awal sama sekali
berbeda.
Hewan ternak yang pertama kali didomestikasi adalah kambing/domba (7000 tahun SM) serta babi (6000 tahun SM), bersama-sama
dengan domestikasi kucing. Sapi, kuda, kerbau, yak mulai dikembangkan antara 6000 hingga 3000 tahun SM.
Unggas mulai dibudidayakan lebih kemudian. Ulat sutera diketahui telah
diternakkan 2000 tahun SM. Budidaya ikan air tawar baru dikenal semenjak 2000
tahun yang lalu di daerah Tiongkok dan Jepang. Budidaya ikan laut bahkan baru
dikenal manusia pada abad ke-20 ini.
Budidaya sayur-sayuran dan buah-buahan juga dikenal
manusia telah lama. Masyarakat Mesir Kuna (4000 tahun SM) dan Yunani Kuna (3000
tahun SM) telah mengenal baik budidaya anggur dan zaitun.
Gambaran klasik pertanian di Indonesia
Pertanian adalah
kegiatan yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan,
barang, atau bahan baku energi serta mengelola lingkungan hidupnya melalui pemanfaatan sumber
daya hayati. Kegiatan pemanfaatan
sumber daya hayati biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman (bahasa Inggris: crop cultivation)
atau pembesaran hewan ternak (raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa
pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan lanjut
produk, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti
penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.
Dimulainya pertanian adalah revolusi dalam masa Neolitikum dan menjadi tahap
penting yang mendorong terbentuknya peradaban manusia, karena pemeliharaan
hewan dan tanaman menyediakan cadangan pangan yang memungkinkan perkembangan
masyarakat yang semakin kompleks.
Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam
bidang-bidang di lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial
sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan,
karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan
pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah
Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan
lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar
17,3% dari total pendapatan domestik bruto.
Pertanian dan ilmu-ilmu pendukungnya dipelajari dalam ilmu pertanian. Usaha tani (farming) adalah bagian inti dari pertanian
karena menyangkut sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budidaya. Petani
adalah sebutan bagi mereka yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh
"petani tembakau" atau "petani ikan". Pelaku budidaya hewan
ternak (livestock) secara khusus disebut sebagai peternak.
Cakupan pertanian
Pertanian dalam pengertian yang luas mencakup budidaya tanaman (termasuk tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan), kehutanan, peternakan, dan perikanan. Sebagaimana dapat
dilihat, penggolongan ini dilakukan berdasarkan objek budidayanya:
- budidaya tanaman, dengan
obyek tumbuhan dan diusahakan pada lahan yang diolah secara intensif,
- kehutanan, dengan
obyek tumbuhan (biasanya pohon) dan diusahakan pada lahan yang setengah
liar,
- peternakan, dengan
obyek hewan darat kering (khususnya semua vertebrata kecuali ikan dan amfibia),
- perikanan, dengan
obyek hewan perairan (ikan, amfibia dan semua non-vertebrata).
Pembagian menurut objek ini sering kali dipakai dalam
berbagai perguruan tinggi di Indonesia, meskipun suatu usaha pertanian dapat
melibatkan berbagai objek ini bersama-sama sebagai bentuk efisiensi dan
peningkatan keuntungan. Pertimbangan akan kelestarian lingkungan mengakibatkan
aspek-aspek konservasi sumber daya alam juga dipelajari dalam ilmu-ilmu pertanian.
Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga memerlukan
dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha, pemilihan
benih/bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan
dan pengemasan produk, dan pemasaran.
Sebagai kegiatan ekonomi, usaha pertanian dapat dipandang
sebagai suatu sistem yang dinamakan agribisnis. Dalam kerangka
berpikir sistem ini, pengelolaan tempat usaha dan pemilihan bibit (varietas, galur, dan sebagainya) biasa
diistilahkan sebagai aspek "hulu" dari pertanian, sementara
distribusi, pengolahan, dan pemasaran dimasukkan dalam aspek "hilir".
Budidaya dan pengumpulan hasil merupakan bagian dari aspek proses produksi.
Semua aspek ini penting dan bagaimana investasi diarahkan ke setiap
aspek menjadi pertimbangan strategis.
Sebagai suatu usaha, pertanian memiliki dua ciri penting:
selalu melibatkan barang dalam volume besar dan proses produksi memiliki risiko
yang relatif tinggi. Dua ciri khas ini muncul karena pertanian melibatkan
makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk
kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Beberapa bentuk
pertanian modern (misalnya budidaya alga, hidroponika) telah dapat mengurangi ciri-ciri ini tetapi sebagian
besar usaha pertanian dunia masih tetap demikian.
Bentuk - Bentuk Pertanian di
Indonesia
- Sawah adalah
suatu bentuk pertanian yang dilakukan di lahan basah dan memerlukan banyak
air baik sawah irigasi, sawah lebak, sawah tadah hujan maupun sawah pasang surut[1].
- Tegalan
adalah suatu daerah dengan lahan kering yang bergantung pada pengairan air
hujan, ditanami tanaman musiman atau tahunan dan terpisah dari lingkungan
dalam sekitar rumah. Lahan tegalan tanahnya sulit untuk dibuat pengairan
irigasi karena permukaan yang tidak rata. Pada saat musim kemarau lahan
tegalan akan kering dan sulit untuk ditubuhi tanaman pertanian[1].
- Pekarangan
Pekarangan adalah suatu lahan yang berada di lingkungan
dalam rumah (biasanya dipagari dan masuk ke wilayah rumah) yang dimanfaatkan
untuk ditanami tanaman pertanian[1].
Upaya meningkatkan hasil pertanian
Upaya meningkatkan hasil pertanian dapat dilakukan dengan
cara:
- "Ekstensifikasi" (pada
daerah pertanian luar Pulau Jawa)
- Intensifikasi
- Diversifikasi
- Rehabilitasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar