Jumat, 11 Mei 2012

Pembuatan Gula Merah Di Kaliwiro

K
aliwiro secara geografis merupakan daerah dataran menengah berupa pegunungan/perbukitan. Vegetasi pertanian di daerah Kaliwiro cukup bervariasi yang tumbuh pada areal persawahan berupa padi,  maupun ladang atau tegalan yang terdiri dari palawija berupa kopi, cengkih, kapulaga, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kakao dan lain sebagainya, juga banyak tanaman kayu seperti mahoni, suren, albasia, sengon, jati dan lain sebagainya. Di samping itu banyak petani yang menanam kelapa dengan dua tujuan yaitu ada yang diambil kelapanya dan ada yang disadap (“dideres”) untuk diambil nira/badignya sebagai bahan dasar pembuatan gula merah.
Mengingat daerahnya merupakan dataran menengah, maka pohon kelapa masih dapat berbuah dengan baik sehingga dalam waktu kurang lebih satu bulan sekali petani dapat memanen buah kelapa, di sisi lain bahkan banyak petani yang mengusahakan kelapa ini untuk disadap (“dideres”) guna mengambil nira/badig dari pohon kelapa tersebut. Dari kegiatan ini maka para petani penyadap mendapatkan hasil harian berupa gula merah yang dapat dijual sewaktu-waktu kepada para pedagang atau langsung ke pasar.

Proses pembuatan gula merah :
1.        Mula-mula nira/badig di letakkan di wajan dengan disaring, kemudian dipanaskan (biasanya menggunakan tungku dan bahan bakarnya berupa kayu bakar).
2.      Dari tersebut akan mengeluarkan buih yang lama kelamaan akan semakin banyak. Setelah cukup panas maka buih tersebut pada bagian tengah akan terbuka (“bedah”).
3.      Pada tahapan berikutnya terjadi letupan gelembung-gelembung pada nira yang sudah agak kental (tidak encer lagi), jika dibiarkan gelembung-gelembung nira ini akan tumpah. Ini sering namai oleh masyarakat kaliwiro “mumbul”. Pada tahapan ini agar nira tidak tumpah dari wajan maka biasanya diberi parudan kelapa (“ipah”), sehingga nira yang mau tumpah akan surut kembali.
Setelah “mumbul” maka tinggal menunggu sampai nira/badig di dalam wajan cukup kental (tua). Setelah tua maka api dimatikan dan ditunggu sampai benar-benar kental  dan selanjutnya baru dicetak umumnya di kaliwiro menggunakan lingkaran dari bambu (“blengker”) dan ditunggu sampai kering selanjutnya siap dikemas setelah dingin dan bisa dipasarkan.

1 komentar: